Krisis Moral Remaja pada Era Globalisasi
Kata Pengantar
Puji dan syukur
kehadirat Tuhan Yang Maha Esa atas rahmat dan karunianya sehinnga dapat
menyelesaikan tugas makalah Karya ilmia yang berjudul krisis moral remaja
pada era globalisasi Penyusunan makalah ini dimaksudkan untuk memenuhi salah
satu tugas mata pelajaran Karya ilmia pada semester satu tahun 2014-2015. Dalam
makalah ini diuraikan tentang, krisis moral remaja pada era globalisasi
mencakup tentang Pengaruh Positif, dan cara Menaggulangi pengaruh Negatif
Globalisasi.
Penyusun menyadari, penyusunan makalah ini masih
jauh dari sempurna, serta masih banyak kekurangan. Penyusun mohon kritik dan
saran dari rekan-rekan semua kearah kesempurnaan makalah ini.
Penyusun mengucapkan terimakasih
kepada Dosen Mata Pelajaran Karya ilmia atas bimbingannya, dan juga kepada
rekan-rekan yang terlibat didalamnya, sehingga makalah ini bisa tersusun.
Akhirnya penyusun berharap, makalah ini bisa
bermanfaat bagi penyusun sendiri ataupun semua pihak yang memerlukan.
Indonesia, Desember 2014
Penyusun
Daftar Isi
Kata
Pengantar…………………………………………………………………….i
Daftar
Isi…………………………………………………………….................ii
Bab
1 PENDAHULUAN
1.1
Latar Belakang Masalah…………………………………………………………………..
1.2
Rumusan Masalah………………………………………………………………
1.3
Alasan Pemilihan Judul makalah…………………………………………………………………
1.4
Penegasan Judul...............................................
1.4 Tujuan Pembahasan...................................................
1.6 Lingkup
Pembahasan.................................................
1.7 Metode
Pembahasan.........................................
Bab
II PEMBAHASAN
2.1
Arti Definisi……………………………………………………………….
2.2
Fungsi Moral...........................................................
2.3
Perlunya Pendidikan Moral di Era Globalisasi...........
2.4
Dampak Krisis Moral Remaja......................................
BAB
III PENUTUP
Kesimpulan……………………………………………………………………
Saran………………………………………………………………………………
Daftar
Pustaka……………………………………………….
BAB
1
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Masalah
Menurut Widjaja (1985:154) menyatakan bahwa moral adalah ajaran
baik dan buruk tentang perbuatan dan
kelakuan (akhlak). Sementara itu Wila Huky, sebagaimana yang dikutip oleh
Bambang Daroesono (1986:22) merumuskan pengertian moral secara kompeherensip
sebagai perangkat ide-ide tentang tingkah laku hidup, dengan warna dasar
tertentu yang dipegang oleh sekelompok manusia di dalam lingkungan tertentu,
ajaran tentang tingkah laku hidup yang baik berdasarkan pandangan hidup atau
agama tertentu, sebagai tingkah laku hidup manusia, yang mendasarkan pada
kesadaran bahwa ia terikat oleh keharusan untuk mencapai yang baik, sesuai
dengan nilai dan norma yang berlaku dalam lingkungannya. Sedangkan
moralitas merupakan kemauan untuk menerima dan melakukan peraturan, nilai-nilai
atau prinsip-prinsip moral. Nilai-nilai moral itu, seperti:
a. Seruan
untuk berbuat baik kepada orang lain, memelihara ketertiban dan
keamanan, memelihara kebersihan dan memelihara hak orang lain, dan
b.
Larangan mencuri, berzina, membunuh, meminum-minumanan keras dan berjudi.
Menurut Soejono Soekanto norma-norma yang ada
dalam masyarakat mempunyai kekuatan mengikat yang berbeda-beda. Ada norma yang
lemah, yang sedang sampai yang terkuat ikatannya. Pada yang terakhir, umumnya
anggota-anggota masyarakat pada tidak berani melanggarnya. Untuk dapat
membedakan kekuatan mengikat norma-norma tersebut, secara sosiologis mengikat
norma-norma tersebut, secara sosiologis dikenal adanya tempatpengetian, yaitu
: cara (usage), kebiasaan (folkways), tata kelakuan (mores), dan adat istiadat
(custom).
Moral berkaitan dengan kemampuan untuk
membedakan antara perbuatan yang benar dan yang salah. Dengan demikian, moral
merupakan kendali dalam bertingkah laku. Seseorang dapat dikatakan
bermoral, apabila tingkah laku orang tersebut sesuai dengan nilai-nilai moral
yang dijunjung tinggi oleh masyarakat. Sehingga tugas penting yang harus
dikuasai remaja adalah mempelajari apa yang diharapkan oleh masyarakat dan
kemudian mau membentuk perilakunya agar sesuai dengan harapan sosial tanpa
terus dibimbing, diawasi, didorong, dan diancam hukuman seperti yang dialami
waktu anak-anak.
Perkembangan moral (moral development)
berhubungan dengan peraturan-peraturan dan nilai-nilai mengenai apa yang harus
dilakukan seseorang dalam interaksinya dengan orang lain. Anak-anak ketika
dilahirkan tidak memiliki moral (imoral). Tetapi dalam dirinya terdapat potensi
yang siap untuk dikembangkan. Karena itu, melalui pengalamannya berinteraksi
dengan orang lain (dengan orang tua, saudara dan teman sebaya), anak belajar
memahami tentang perilaku mana yang baik, yang boleh dikerjakan dan tingkah
laku mana yang buruk, yang tidak boleh dikerjakan.
Namun, moral remaja pada era globalisasi ini
telah menyimpang dari ajaran tentang tingkah laku hidup atau ajaran agama
tertentu yang berlaku di dalam lingkungan masyarakat. Mereka cenderung
mengagung-agungkan budaya Barat dibandingkan budaya asli Indonesia yang
sebenarnya sangat unik dan beragam. Bukan hanya mengagung-agungkan budaya Barat
saja tapi teknologi global pun juga ikut mempengaruhi krisis moral pada remaja.
Kebudayaan sama halnya dengan spesies-spesies, mengalami seleksi berdasarkan
adaptasinya terhadap lingkungan, yakni : sejauh mana kebudayaan itu membantu
anggota-anggotanya untuk survive dan memelihara kebudayaan itu sendiri.
Nilai merupakan sesuatu yang baik, diinginkan atau
dicita-citakan dan dianggap penting oleh warga masyarakat, misalnya kebiasaan
dan sopan santun. Menurut Green, sikap merupakan kesediaan bereaksi individu
terhadap suatu hal, sikap berkaitan dengan motif dan mendasari tingkah laku
seseorang. Tingkah laku adalah implementasi dari sikap yang diwujudkan dalam
perbuatan.
Dalam kaitan dengan pengamalan nilai-nilai hidup, maka moral
merupakan kontrol dalam bersikap dan bertingkah laku sesuai dengan nilai-nilai
hidup yang dimaksud. Dalam hal ini aliran Psikonalisis tidak membeda-bedakan
antara moral, norma dan nilai. Semua konsep itu menurut Freud menyatu dalam
konsepnya super ego. Super ego sendiri dalam teori Freud merupakan bagian dari
jiwa yang berfungsi untuk mengendalikan tingkah laku ego, sehingga tidak
bertentangan dengan masyarakat. Dari hasil penyelidikan kohlberg
mengemukakan 6 tahap (stadium) perkembangan moral yang berlaku secara universal
dan dalam urutan tertentu. Ada 3 tingkat perkembangan moral menurut kohlberg,
yaitu tingkat :
I
Prakonvensional
II
Konvensional
III
Pasca-konvensional
Masing-masing
tingkat terdiri dari 2 tahap, sehingga keseluruhan ada 6 tahapan yang
berkembang secara bertingkat dengan urutan yang tetap. Tidak setiap orang dapat
mencapai tahap terakhir perkembangan moral. Dalam stadium nol, anak menganggap
baik apa yang sesuai dengan permintaan dan keinginannya. Hingga sesudah stadium
ini datanglah:
Tingkat
I; prakonvensional, yang terdiri dari stadiun 1 dan 2.
Pada
stadium 1, anak berorientasi kepada kepatuhan dan hukuman. Anak menganggap baik
atau buruk atas dasar akibat yang ditimbulkannya. Anak hanya mengetahui bahwa
aturan-aturan ditentukan oleh adanya kekuasaan yang tidak bisa diganggu gugat.
Ia harus menurut atau kalau tidak, akan memperoleh hukuman.
Pada
stadium 2, berlaku prinsip Relaivistik-Hedonism. Pada tahap ini, anak
tidak lagi secara mutlak tergantung kepada aturan yang ada di luar dirinya,
atau ditentukan oleh orang lain, tetapi mereka sadar bahwa setiap kejadian
mempunyai berbagai segi. Jadi, ada Relativisme. Relativisme ini artinya
bergantung pada kebutuhan dan kesanggupan sesorang. Misalnya mencuri kambing
karena kelaparan. Karena perbuatan “mencuri” untuk memenuhi kebutuhanya, maka
mencuri dianggap sebagai perbuatan yang bermoral, meskipun perbuatan mencuri
itu diketahui sebagai perbuatan yang salah karena ada akibatnya, yaitu hukuman.
Tingkat
II : konvensional.
Stadium
3, menyngkut orientasi mengenai anak yang baik. Pada stadium ini, anak mulai
memasuki umur belasan tahun, dimana anak memperlihatkan orientasi
perbuatan-perbuatan yang dapat dinilai baik oleh orag lain, masyarakat adalah
sumber yang menentukan, apakah perbuatan sesorang baik atau tidak. Menjadi
“anak yang manis” masih sangat penting daam stadium ini.
Stadium 4, yaitu tahap mempertahankan norma-norma sosial dari
otoritas. Pada stdium ini perbuatan baik yang diperlihatkan seseorang bukan
hanya agar dapat diterima oleh lingkungan masyarakatnya, melainkan bertujuan
agar dapat ikut mempertahankan aturan-aturan atau norma-norma soisal. Jadi perbuatan
baik merupakan kewajiban untuk ikut melaksanakan aturan-aturan yang ada, agar
tidak timbul kekacauan.
Tingkat
III: Pasca-Konvensional.
Stadium
5, merupakan tahap orientasi terhadap perjanjian antara dirinya dengan
lingkungan sosial, pada stadium ini ada hubungan timbal balik antara dirinya
dengan lingkungan sosial, dengan masyarakat. Seseorang harus memperlihatkan
kewajibannya, harus sesuai dengan tuntutan norma-norma sosial kerena sebaiknya,
lingkungan sosial atau masyarakat akan memberikan perlindungan kepadanya.
Stadium
6, tahap ini disebut prinsisp universal. Pada tahap ini ada norma etik
disamping norma pribadi dan subjektif. Dalam hubungan dan perjanjian antara
seseorang ada unsur subjektif ynag menilai apakah suatu perbuatan itu baik atau
tidak. Dalam hal ini, unsur etika akan menentukan apa yang boleh dan baik
dilakukan atau sebaliknya. Menurut Furter (1965), menjadi remaja berarti
mengerti nila-nilai. Mengerti nilai-nilai ini tidak berarti hanya memperoleh
pengertian saja melainkan juga dapat menjelaskanya/mengamalkannya. Hal ini
selanjutnya berarti bahwa remaja sudah dapat menginternalisasikan
penilaian-penilaian moral, menjadikanya sebagai nilai-nilai pribadi. Untuk
selanjutnya penginternalisasian nilai-nilai ini akan tercemin dalam sikap dan
tingkah lakunya.
Sama halnya dengan sifat-sifat spesies dalam
teori Darwin praktek-praktek budaya bisa berubah atau bermutasi, tetapi
praktek-praktek budaya tersebut tetap berlaku karena kebudayaan memiliki nilai
adaptasi. Kelangsungan budaya sama halnya dengan kelangsungan spesies-spesies,
ditentukan oleh atau tergantung kepada kelangsungan an perkembangan
praktek-praktek yang memungkinkan kebudayaan itu bisa digunakan untuk menangani
lingkunagn fisik, juga tergabtung kepada kemampuannya untuk bersaing dengan
kebudayaan-kebudayaan lain.
Globalisasi sangat berpengaruh terhadap
kehidupan masyarakat Indonesia terlebih lagi remaja. Sebab remaja merupakan
masa pertumbuhan menuju dewasa yang umumnya mereka masih bersifat labil. Itu
mereka lakukan agar tidak dianggap ketinggalan jaman atau di ejek “kalau nggak
gini iya nggak gaul!”. Hal itu semakin memperparah krisis moral di kalangan
remaja.
Sebagai generasi muda seharusnya kita dapat
lebih menghargai budaya kita sendiri dan menjadi remaja yang bermoral yang mampu
melawan dampak negatif dari globalisasi dan menganbil dampak positifnya.
Tentunya denganmengkatkan keimanan dan ketekwaan kita kepada Tuhan Yang Maha
Kuasa.Jadi, kelompok kami mengadakan penelitian ini untuk mengidentifikasi
moral remaja pada era globalisasi.
1.2. Rumusan Masalah
1.2.1. Dalam karya tulis ini kami akan mengemukakan
beberapa hal diantaranya,
1.2.2. Apakah moral itu?
1.2.3. Apakah dampak globalisasi terhadap
moral?
1.2.4. Bagaimana penerapan moral pada kehidupan
remaja?
1.2.5. Perlukah moral diterapkan sejak dini?
1.2.6. Bagaimanakah moral remaja Indonesia?
1.2.7. Ilmu apa yang baik dan apa yang buruk tentang
ajaran moral?
1.2.8. Bagaimana dampak dari kelemahan moral?
1.2.9. Bagaimana perbedaan pandangan tentang sifat
moral?
1.2.10. Apakah
moral itu bersifat objektivistik atau relativistik?
1.3 Alasan Pemlihan
Judul
Alasan kami mengambil
judul ini karena pada era globalisasi terjadi penurunan moral pada remaja
Indonesia mau membaca sehingga mereka akan sadarpentingnya moral bagi diri
remaja, dan agar remaja mendapat pengetahuan yang lebih luas perlu diberikan
ulasan bahwa substansi materiil dari ketiga batasan tersebut tidak berbeda,
yaitu tentang tingkah laku itu sendiri. Moral itu sendiri belum berwujud
tingkah laku tapi masih acuan dari tingkah laku.
1.4 Penegasan Judul
Krisis : keadaan suram tentang ekonomi dan moral
yang terjadi intensif dan dasyat
dalam waktu singkat.
Moral : secara
etimologis kata moral berasal dari kata most dalam bahasa lain, bentuk jamaknya
mores yang artinya tata cara atau adat istiadat. Jadi moral adalah ajaran
tentang baik buruk yang diterima secara umum meliputi akhlak, dan mental yang
membuat orang tetap berani, bersemangat, dan disiplin sebagai perangi (watak,
tabiat) yang menetap kuat dalam jiwa manusia dan merupakan sumber timbulnya
perbuatan tertentu dari dirinya secara mudah dan ringan tanpa perlu dipikirkan
dan direncanakan sebelumnya.
Remaja :
pertumbuhan anak menuju dewasa dan mulai terjadi pada masa puber atau pubertas
dari usia 17 tahun sampai 18 tahun.
Etika : ilmu
tentang apa yang baik dan apa yang buruk dan tentang hak dan kewajiban moral
(hak).
Era : sejumlah
tahun dalam jangka waktu antara beberapa peristiwa penting dalam sejarah atau
masa.
Globalisasi : suatu
proses atau tatanan yang menyebabkan seseorang, sekelompok orang, atau suatu
negara saling dihubungkan dengan masyarakat atau negara lain akibat kemajuan
teknologi komunikasi di seluruh penjuru dunia.
Jadi, krisis moral remaja pada era globalisasi adalah keadaan
moral yang suram yang terjadi pada masa pertumbuhan anak menuju dewasa dalam
jangka waktu antara beberapa peristiwa.
1.5 Tujuan Pembahasan
1.2.1 Untuk mengerti pengertian moral.
1.2.2 Untuk mengetahui dampak globalisasi terhadap
moral remaja.
1.2.3. Untuk memahami lebih dalam tentang moral
remaja.
1.2.4. Untuk
mengetahui penerapan moral pada kehidupan remaja.
1.6 Lingkup Pembahasan
Pada pembahasan makalah ini kami menekankan pada
lingkup moral kehidupan remaja. Karena remaja pada saat ini masih sangat labil.
Sehingga dalam hal ini ada penjelasan mengenai sifat remaja yang berhubungan
dengan moralitas remaja dalam era globalisasi baik positif maupun negatif.
1.7 Metode Pembahasan
Macam-macam metode
penelitian dapat dibedakan menjadi lima, yaitu metodekuisioner,
metode wawancara, metode observasi, metode eksprimen, dan metode
kepustakaan.
Metode kuisioner adalah
metode yang cara memperoleh informasinya dengan memberikan daftar pertanyaan
yang dikirim kepada responden baik secara langsung maupun tidak langsung
melalui pos perantara. Kuisioner atau angket dapat berupa pertanyaan atau
pernyataan yang dapat dijawab sesuai bentuk angket. Metode wawancara adalah
metode yang cara memperolehnya dengan proses komunikasi secara langsung maupun
tidak langsung untuk mendapatkan informasi yang dibutuhkan.
Metode observasi adalah
metode yang cara memperoleh informasinya berasal dari pengamatan dan
pencatatan secara langsung terhadap objek yang diteliti dan dalam keadaan yang
sebenarnya tanpa melalui wawancara. Untuk pelaksanaan metode ini orang yang
melakukan pengamatan dan pencatatan terhadap gejala atau fenomena yang diteliti
haruslah dilakukan secara sistematis. Sedangkan untuk teknik pelaksanaannya
bisa dengan secara asli maupun tidak asli.
Metode eksperimen adalah
metode yang diperlukan untuk menguji kesimpulan-kesimpulan yang diperoleh dari
penelitian. Dari hasil kesimpulan sementara ataupun usul pemecahan masalah ini
kemudian dapat dilanjutkan dengan mengadakan percobaan-percobaan sehingga
akhirnya dapat diambil suatu kesimpulan apakah peneltian sudah memberikan
jawaban yang sesuai dengan apa yang sudah direncanakan sebelumnya.
Metode kepustakaan
adalah memanfaatkan fasilitas yang berada di dalam perpustakaan sekoalah berupa
buku-buku yang dapat memberi informasi dan kami juga mengambil sebagian
informasi dari internet. Dan dalam makalah ini kami mengambil metode kepustakaan
dalam pengerjaannya.
BAB
II
PEMBAHASAN
2.1 Arti Definisi
Arti definisi menurut kamus besar Bahasa
Indonesia adalah kata, frasa, atau kalimat yang mengungkapkan makna,
keterangan, atau ciri utama dari orang, benda, proses atau aktivitas. Dengan
demikian definisi bisa berupa gambaran singkat mengenai suatu hal yang
membedakannya dengan benda lain. Arti definisi juga bisa berupa rumusan tentang
ruang lingkup dan ciri-ciri suatu konsep yang menjadi pokok pembicaraan atau
study.
Kata “remaja” berasal dari bahasa latin yaitu
adolescere yang berarti to grow atau to grow maturity (Golinko, 1984 dalam
Rice, 1990). Banyak tokoh yang memberikan definisi tentang remaja, seperti
DeBrun (dalam Rice, 1990) mendefinisikan remaja sebagai periode. Papalia dan
Olds (2001) tidak memberikan pengertian remaja (adolescent) secara eksplisit
melainkan secara implisit melalui pengertian masa remaja (adolescence).
Menurut Papalia dan Olds (2001), masa remaja adalah masa transisi
perkembangan antara masa kanak-kanak dan masa dewasa yang pada umumnya dimulai
pada usia 12 atau 13 tahun dan berakhir pada usia akhir belasan tahun atau awal
dua puluhan tahun.
Menurut Adams & Gullota (dalam Aaro, 1997), masa remaja
meliputi usia antara 11 hingga 20 tahun. Sedangkan Hurlock (1990) membagi masa
remaja menjadi masa remaja awal (13 hingga 16 atau 17 tahun) dan masa remaja
akhir (16 atau 17 tahun hingga 18 tahun). Masa remaja awal dan akhir dibedakan
oleh Hurlock karena pada masa remaja akhir individu telah mencapai transisi
perkembangan yang lebih mendekati masa dewasa.
Papalia & Olds (2001) berpendapat bahwa masa remaja merupakan
masa antara kanak-kanak dan dewasa. Sedangkan Anna Freud (dalam Hurlock, 1990)
berpendapat bahwa pada masa remaja terjadi proses perkembangan meliputi
perubahan-perubahan yang berhubungan dengan perkembangan psikoseksual, dan juga
terjadi perubahan dalam hubungan dengan orangtua dan cita-cita mereka, dimana
pembentukan cita-cita merupakan proses pembentukan orientasi masa depan.
Transisi perkembangan pada masa remaja berarti sebagian
perkembangan masa kanak-kanak masih dialami namun sebagian kematangan masa
dewasa sudah dicapai (Hurlock, 1990). Bagian dari masa kanak-kanak itu antara
lain proses pertumbuhan biologis misalnya tinggi badan masih terus bertambah.
Sedangkan bagian dari masa dewasa antara lain proses kematangan semua organ
tubuh termasuk fungsi reproduksi dan kematangan kognitif yang ditandai dengan
mampu berpikir secara abstrak (Hurlock, 1990; Papalia & Olds, 2001).
Dikatakan juga bahwa masa remaja disebut sturm
und drang. Artinya suatu masa dimana terdapat ketegangan emosi yang dipertinggi
yang disebabkan oleh perubahan-perubahan dalam keadaan fisik dan bekerjanya
kelenjar-kelenjar yang terjadi pada waktu remaja. Sebenarnya hal-hal tersebut
hanya merupakan sebagian dari sebab-sebab yang menimbulkan ketegangan pada
waktu remaja.
Sebab yang utama adalah keadaan sosial. Artimya
hubungan remaja dengan orang lain atau masyarakat yang sekarang tentunya
mengharapkan reaksi yang lain dari anak remaja dari pada di waktu dia masih
kanak-kanak. Bertambahnya ketegangan-ketegangan emosional itu disebabkan karena
anak-anak remaja harus membuat penyesuaian-penyesuaian terhadap harapan-harapan
masyarakat yang baru dan berlainan dari dirinya.
Ada banyak bentuk-bentuk emosi yang nampak pada
remaja, diantaranya adalah marah, takut, malu, iri hati, kasih saying,
kegembiraan, kesedihan, dan rasa ingin tahu. Rasa ingin tahu inilah yang
menyebabkan remaja menyelidiki hal-hal yang ingin diketahuinya, termasuk
menyelidiki hal-hal yang negatif.
Adapun karakteristik
yang menonjol dalam perkembangan moral remaja adalah bahwa sesuai dengan
tingkat perkembangan kognisi yang mulai mencapai tahapan berfikir operasional
formal, yakni:
a. mulai mampu berfikir abstrak.
b.
mulai mampu memecahkan masalah-masalah yang bersifat hipotetis, maka pemikiran
remaja terhadap suatu permasalahan tidak lagi hanya terikat pada waktu, tempat,
dan situasi, tetapi juga pada sumber moral yang menjadi dasar hidup mereka.
c.
Perkembangan pemikiran moral remaja dicirikan dengan mulai tumbuh kesadaran
akan kewajiban mempertahankan kekuasaan dan pranata yang ada karena dianggapnya
sebagai suatu yang bernilai walau belum mampu mempertanggungjawabkannya secara
pribadi.
d. Keyakinan moral lebih berpusat pada apa yang
benar dan kurang pada apa yang salah.
e. Keadilan muncul
sebagai kekuatan moral yang dominan.
f. Penilaian moral
menjadi kurang egosentris.
g. Penilaian secara
psikologis menjadi lebih mahal.
Dalam makalah ini arti definisi dari “Krisis
Moral Remaja pada Era Globalisasi” adalah semakin menurunnya perilaku
masyarakat yang semakin menyimpang dan remaja tidak henti-hentinya menjadi
target utama yang perlu dibenahi. Ini sangat memalukan bagi masyarakat
Indonesia yang kental dengan adat ketimurannya. Sangat ironis memang, karena
ini semua menimpa generasi penerus yang seharusnya mengharumkan nama bangsa
dimata dunia.
Penyebab terjadinya krisis moral yang menimpa
remaja diantaranya adalah kurangnya perhatian dari keluarga, pergaulan yang
tidak baik, dan lingkungan tempat tinggal yang kurang baik. Semua ini tidak
terlepas dari peran orang tua yang seharusnya dapat mengontrol tingkah perilaku
mereka dalam kehidupan sehari-hari dalam melakukan kegiatan sehari-hari.
2.2 Fungsi Moral
Salah satu tugas perkembangan yang penting dalam
masa remaja adalah untuk mengerti apa yang diharapkan oleh kelompok dari
padanya dan untuk mau mengubah sikap-sikapnya sesuai dengan harapan-harapan ini
tanpa selalu dibimbing, diawasi, dan diancam oleh orang-orang dewasa, seperti
pada masa kanak-kanak. Jadi sekarang padanya harus ada pengawasan dari dalam
atau internal control.
Bilamana dalam masa kanak-kanak telah tertanam
konsep-konsep kesusilaan, maka konsep-konsep yang telah meresap dalam diri anak
inilah yang kini menjadi pengawasan dari tingkah laku anak remaja. Bilaman
konsep-konsep ini tidak ada dalam diri anak, maka dia tidak akan dapat memenuhi
apa yang dihapakan oleh masyarakatdarinya dalam hal kesusilaan.
Pada remaja terjadi perubahan dalam
konsep-konsep moral. Kini anak remaja tidak mau lagi menerima konsep-konsep
dari hal-hal yang mana yang benar dan yang tidak benar, yang telah ditetapkan
oleh orang tuanya atau teman-teman sebayanya dengan begitu saja seperti masa
kanak-kanak. Dia sekarang menentukan sendiri, berdasarkan atas konsep-konsep
moral yang dikembangkan dalam masa kanak-kanak. Akan tetapi telah dirubah
sesuai dengan tingkat perkembangannya yang telah lebih tinggi atau dengan
perkataan lain sesuai dengan perkembangan yang telah matang.
Pada umumnya anak remaja patuh terhadap
pendiriannya sendiri mengenai apakah sesuatu tindakan itu benar atau salah. Dia
benar-benar tidak akan menindakkan apa yang menurut pendapatnya salah dan
benar-benar akan menindakkan apa yang dianggapnya benar. Tapi terkadang ada
anak remaja yang menindakkan tindakan-tindakan yang tidak dapat diterimanya
dalam masyarakat yang sangat serius. Para ahli yang telah mengadakan
penyelidikan megenai kenakalan remaja menarik kesimpulan, bahwa hal ini tidak
disebabkan oleh karena salah satu sebab saja, akan tetapi oleh beberapa sebab.
Setiap individu mempunyai
perbedaan dalam menyikapi nilai, moral, dan sikap, tergantung dimana
individu tersebut berada. Pada anak-anak
terdapat anggapan bahwa aturan-aturan adalah pasti dan mutlak oleh karena
diberikan oleh orang dewasa atau Tuhan yang
tidak bisa diubah lagi (Kohlberg,1963). Sedangkan pada anak-anak yang berusia
lebih tua, mereka bisa menawar
aturan-aturan tersebut kalau disetujui oleh semua orang.
Pada sebagian remaja dan
orang dewasa yang penalarannya terhambat, pedoman mereka hanyalah menghindari hukuman. Sedangkan untuk tingkat
kedua sudah ada pengertian bahwa untuk memenuhi kebutuhan sendiri
seseorang juga harus memikirkan kepentingan orang lain. Perbedaan perseorangan juga dapat dilihat pada latar
belakang kebudayaannya. Jadi, ada
kemungkinan terdapat individu atau remaja yang tidak mencapai
perkembangan nilai, moral dan sikap serta tingkah laku yang diharapkan
padanya.
Adapun Faktor-faktor yang mempengaruhi
perkembangan moral:
a.
Hubungan harmonis dalam keluarga, yang merupakan tempat penerapan pertama
sebagai individu. Begitupula dengan pendidikan agama yang diajarkan di
lingkungan keluarga sangat berperan dalam perkembangan moral remaja.
b.
Masyarakat, tingkah laku manusia bisa terkendali oleh kontrol dari
yang mempunyai sanksi-sanksi buat pelanggarnya.
c.
Lingkungan sosial, lingkungan sosial terutama lingkungan sosial terdekat yang
bisa sebagai pendidik dan pembina untuk memberi pengaruh dan membentuk tingkah
laku yang sesuai.
d.
Perkembangan nalar, makin tinggi penalaran seseorang , maka makin tinggi pula
moral seseorang.
e.
peranan media massa dan perkembangan teknologi modern. Hal ini
berpengaruh pada moral remaja. Karena seorang remaja sangat cepat untuk
terpengaruh terhadap hal-hal yang baru yang belum diketahuinya.
Fasilitas teknologi, informasi dan komunikasi merupakan salah satu
faktor yang merubah kemuliaan perilaku generasi muda dewasa ini. Jaringan
internet misalnya, merupakan sebuah terobosan baru yang bisa menghubungkan
antara mereka yang di timur dengan mereka yang ada di barat atau di selatan.
Sehingga penyebaran informasi merupakan hal yang tidak bisa dipungkiri sehingga
seluruh informasi baik membangun maupun yang merubuhkan akhlak akan
berkontaminasi dengan kepribadian kita sebagai orang timur ditambah dengan
kurangnya nilai iman untuk menyaring arus perjalanan informasi tersebut.
Sudah banyak sekali kasus yang bisa kita saksikan melalui
media massa bahwa generasi muda sebagai motor dan tulang punggung
negara ini sudah rusak moral (akhlak) dan perilakunya. Budaya Islam sebagai
budaya yang seharus dikembangkan dan dijadikan sebagai ukuran atau filter
penyaring dilupakan bahkan dilecehkan. Generasi muda sudah kehilangan takaran
iman yang bisa menepis pengaruh budaya luar yang merusak kepribadian kita
sebagai bangsa. Generasi muda kita banyak kehilangan arah dan tersesat dalam
area yang sangat berbahaya dan cenderung hanya menggunakan nafsu sebagai
takarannya.
Dengan rusaknya moral dan akhlak generasi muda, maka secara
perlahan akan merusak tatanan suatu bangsa dan tinggal menunggu kehancurannya.
Allah jelas telah mengingatkan kita bahwa hancurnya bangsa diakibatkan rusaknya
moral dan akhlak pemudanya dan Qur’an dan Hadits yang diabaikan akan memberikan
dampak ketersesatan dan kehancuran manusia yang ada dalam negara tersebut.
Fungsi dan peranan moral dalam pembelajaran
menjadi sangat penting untuk diketahui. Sebagaimana kita diketahui pendidikan
lebih dari sekedar pengajaran, proses pendidikan atau pembelajaran dijalankan
oleh dua unsur penting yaitu pembelajar dan pengajar yang akan membawa
pendidikan kearah positif sebagaimana yang diharapkan.
Pendidikan merupakan tempat latihan sebenarnya
bagi fisik, mental, dan spiritual peserta didik agar menjadi manusia yang berbudaya
sesuai dengan yang diamanatkan kepada pemerintah dalam UUD 1945 pasal 31 ayat 3
untuk mrngusahakan dan menyelenggarakan suatu sistem pendidikan nasional yang
meningkatkan keimanan dan ketakwaan kepada Tuhan Yang Maha Esa.
Dari penjabaran diatas terlihat jelas moral
memiliki posisi yang sangat penting dalam pembelajaran ataupun dalam pendidikan
nasional khususnya di Indonesia. Moral memilik peranan sebagai pembentuk
pribadi manusia yang berakhlak mulia seutuhnya dalam menghadapi dimensi
kehidupan.
Globalisasi yang melanda negeri menimbulkan
banyak tuntutan peningkatan pendidikan moral pada lembaga pendidikan, ini
didasarkan pada fenomena sosial yang berkembang. Kenakalan remaja dalam
masyarakat dan berbagai unsur dekagensi moral lainnya, terutamadi kota-kota
besaryang sudah sampai pada tahap yang sangat meresahkan. Oleh karena itu
pendidikan moral di sekolah dianggap sebagai wadah formal yang diyakini mampu
berperan aktif dalam membentuk pribadi generasi muda melalui intensitas
pendidikan moral.
2.3 Perlunya
Pendidikan Moral di Era Globalisasi
Adanya gerakan reformasi di Indonesia secara
umum menuntut diterapkannya prinsip demokrasi, desentralisasi, keadilan dan
menjunjung tinggi hak asasi manusia dalam kehidupan berbangsa dan bernegara.
Menurut Undang Undang Sistem Pendidikan Nasional No. 20 Tahun 2003 dinyatakan
bahwa pendidikan merupakan usaha agar manusia dapat mengembangkan potensi
dirinya melalui proses pembelajarandan atau cara lain yang dikenal dan diakui
oleh masyarakat.
Pada sisi lain disebutkan peranan pendidikan
atau edukasi dalam mengadakan perubahan atau transformasi di masyarakat ada
tiga macam yaitu, menjaga generasi sejak masa kecil dari berbagai tindak
penyelewengan. Mengembangkan pola hidup, perasaan, dan memikiran mereka yang
sesuai dengan fitrah, agar mereka menjadi fondasi yang kokoh dan sempurna di
masyarakat.
Karena pendidikan berjalan seiring dengan
perkembangan anak-anak, maka pendidikan akan sangat mempengaruhi jiwa dan
perkembangan anak serta akan menjadi bagian dari keprbadiannya untuk
kehidupannya kelak, kemudian hari. Pendidikan sebagai alat terpenting untuk
menjaga diri dan memelihara nilai-nilai yang positif.
Perlu kita ketahui bersama bahwa pendidikan di
seluruh dunia kini sedang mengkaji kembali perlunya pendidikan moral atau
pendidikan budi pekerti atau pendidikan karakter dibangkitkan kembali. Melalui
pendidikan orang mampu menguasai teknologi, yang kemudian dapat dimanfaatkan
sebesar-besarnya sesuai dengan kebutuhan manusia, namun sebaliknya dengan
pendidikan pula terkadang manusia menjadi takabur atau sombong.
Terjadinya krisis moral tersebut ternyata tidak
hanya di Negara kita, namun di Negara-negara yang telah maju pun seperti
Amerika Serikat terjangkit virus moral atau demonstrasi. Bagaimanapun
pendidikan memegang peranan penting dalam segala aspek kehidupan manusia. Bila
di setiap sekolah selalu diajarkan pendidikan moral siswa siswinya InsyaAllh
Indonesia di masa depan akan lebih sukses dan bertambah maju.
Pendidikan moral di era globalisasi disebabkan
masa sekarang banyak sekali krisis moral sehingga kita harus memupuknya.Karena
sudah banyak sekali terjadi pelanggaran yang telah dilakukan terutama di
kalangan remaja.apalagi banyaknya budaya asing yang masuk mengakibatkan
terlahirnya budaya baru yang tidak sesuai dengan budaya asli Indonesia.
Pengaruh pendidikan moral ini dapat diperoleh
dari lingkungan sekolah, lingkungan masyarakat maupun lingkungan keluarga. Di
lingkungan sekolah merupakan kewajiban guru untuk memberikan pendidikan moral
pada siswanya. Begitu pila sebaliknya, lingkungan keluarga merupakan tugas orag
tua, dan lingkungan masyarakat tugas dari diri sendiri untuk membedakan antara
yang baik dan yang buruk.
Di era globalisasi ini, yang paling banyak
terjadi krisis moral, sebagai contohnya adalah pergaulan antara anak laki-laki
dan anak perempuan sudah terlewat bebas, sudah jad dari kata normal. Itu
disebabkan dari kurangnya pendidikan moral yang Ia dapat dan kurangnya keimanan
mereka. Sekarang kita harus menyadari bahwa pendidikan moral sangatlah penting.
Tidak hanya untuk anak remaja saja, tetapi namun juga berlaku untuk semua usia.
Pendidikan moral harus diajarkan sejak dini sehingga nantinya akan terbiasa
untuk melakukannya, hal ini juga untuk membentuk kepribadian seseorang.
Bersosialisasi dengan lingkungan bahkan warga
asing pun menjadi lebih mudah bila kita memiliki moral yang baik. Selain itu,
dengan moral yang baik orang yang berinteraksi dengan kita menjadi senang dan
dengan sendirinya menghormati kita, pandangan orang lain atau negara lain akan berubah
apabila kita sebagai warga Indonesia atau remaja Indonesia memiliki moral
yang baik. Apalagi bila dapat menjadi panutan bagi Negara lain merupakan hal
yang membanggakan bagi semua warga Indonesia.
2.4 Dampak Krisis Moral
Remaja
Diketahui dengan adanya kemajuan informasi di
satu sisi remaja merasa diuntungkan dengan adanya media yang membahas seputar
masalah dan kebutuhan mereka. Sedangkan di sisi lain media merasa kaum
remajalah yang tepat menjadi konsumen dari berbagai produk yang ditawarkan. Seperti
diketahui bersama bahwa media berperan besar dalam pembentukan budaya
masyarakat dan proses peniruan gaya hidup, tidak megherankan pada masa sekarang
adanya perubahan cepat dalam teknologi informasi menimbulkan pengaruh negatif
meskipun pengaruh positifnya masih terasa.
Hal ini terlihat jika dapat diumpamakan remaja
perkotaan sudah tertular dengangaya hidup barat. Terlihat pada sikap remaja
yang mengikuti perkembangan mode dunia, mulai dari fashion, gaya rambut, casing
hand phone, pakaian, cara makan, cara bertutur kata yang lebih sering
menggunakan “ loe gue” dari pada “aku atau saya, kamu”. Bahkan itu pun mereka
ucapkan pada saat berbicara kepada orang yang lebih tua. Padahal menurut budaya
timur, harusnya kita harus sopan jika berbicara dengan orang yang lebih tua.
Lebih jauh lagi, dampak bagi remaja dapat dilihat khususnya perempuan cenderung
tertanam dalam pandangan mereka. Jika perempuan menarik adalah perempuan yang
agresif dan seksi.
Selain itu, dengan semakin mudahnya remaja
mendapatkan VCD porno dan internet yang menampilkan gambar-gambar porno membuat
para remaj penasaran untuk mencobanya melalui kehidupan seks bebas atau bahkan
jika hasrat seksualnya tinggi bisa nekat melakukan pemerkosaan. Disamping itu,
terdapat pula banyak pemilik warung kecil yang dengan bebas menjual kondom
bahkan obat perangsang berupa permen karet yang berdampak meningkatkan libido
pada wanita. Ini sangat memprihatinkan jika dilihat dari latar belakang Negara
kita yang merupakan Negara Timur bukanlah Negara barat.
Selain itu, terdapat fenomena kehidupan remaja
di perkotaan sering terlihat terdapat pasangan muda mudi yang belum resmi,
melakukan sikap yang menyimpang dari moral dan norma, ironisnya lagi terkadang
terjadi penggeledahan di hotel-hotel maupun tempat-tempat hiburan malam yang
dilakukan oleh pihak yang berwenang karena terdapat praktek mesum dan banyak
diantara mereka adalah remaja usia sekolah yang melakukan praktik mesum. Selain
itu juga remaja putri yang berjilbab pun patut dipertanyakan meskipun tidak
semuanya. Sungguh pemandangan yang kiranya menandakan bahwa moral remaja bangsa
ini sudah benar-benar merosot.
Faktor keimanan dan niat untuk benr-benar
menjauhi dikap buruk , peran keluarga dan media masa sangat berpengaruh
terhadap perkembangan moral remaja. media masa harus benar-benar memberikan
informasi untuk meningkatkan rasa percaya diri, bebas dari diskriminasi,
terlindung dari pelecahan, kekerasan, dan eksploitasi seks.
Dengan demikian bila melihat persoalan tersebut
sudah saatnya kita bersama harus membentengi diri dengan keimanan dan harus
selektif dalam bentuk apapun agar agar tidak tertindas dari perkembangan
kemajuan yang berpengaruh pada rusaknya moral bangsa ini. Marilah kita ambil
nilai-nilai positif dari perkembangan zaman dan tetap selektif terhadap
dampak-dampak negatif dari kemajuan zaman. .
Sifat Moral : Perspektif Objektivistik vs
Relativistik
Dalam kajian tentang moral terdapat perbedaan
pandangan yang menyangkut
pertanyaan, apakah moral itu sifatnya objektivistik atau
relativistik ? Pertanyaan yang
hampir sama, apakah moral itu bersifat absolut atau relatif,
universal atau
kontekstual, kultural, situasional, dan bahkan individual ?
Senada dengan pandangan Objektivistik adalah pandangan absolut
yang menganggap
bahwa baik dan buruk itu bersifat mutlak,
sepenuhnya, dan tanpa syarat. Menurut
pandangan ini perbuatan mencuri itu sepenuhnya tidak baik,
sehingga orang tidak
boleh mengatakan bahwa dalam keadaan terpaksa, mencuri itu bukan
perbuatan yang
jelek. Demikian pula halnya dengan pandangan yang universal,
prinsip-prinsip moral
itu berlaku di mana saja dan kapan saja. Prinsip-prinsip moral itu
bebas dari batasan
ruang dan waktu.
Sebaliknya pandangan yang menyatakan bahwa persoalan
moralitas itu sifatnya relatif, baik dan buruknya suatu
perilaku itu sifatnya
“tergantung”, dalam arti konteksnya, kulturalnya, situasinya, atau
bahkan tergantung
pada masing-masing individu.
Dari dimensi ruang, apa
yang dianggap baik bagi lingkungan masyarakat tertentu, belum tentu
dianggap baik oleh masyarakat yang lain. Dari dimensi waktu, apa
yang dianggap baik pada masa sekarang, belum tentu dianggap baik pada
masa-masa yang lalu. Salah satu
kelemahan literatur tentang moral atau etika, terutama yang
bersumber dari literatur Barat, adalah kurang
adanya klasifikasi moral, etika pada
umumnya tidak membedakan secara jelas antara
kesusilaan dan kesopanan. Dua
pandangan yang saling dipertentangkan itu sesungguhnya dapat
diterima semua,
dalam arti ada prinsip-prinsip etik atau moral yang bersifat
Objektivistik-universal
dan ada pula prinsip-prinsip etik atau moral yang bersifat
relativistik-kontekstual.
Prinsip-prinsip moral
yang bersifat Objektivistik-universal yang dimaksudkan adalah prinsip-prinsip
moral secara obyektif dapat diterima oleh siapapun, di manapun, dankapanpun
juga. Sebagai contoh adalah sifat atau sikap kejujuran,
kemanusiaan,kemerdekaan, tanggung jawab, keihlasan, ketulusan, persaudaraan,
keadilan dan lainlain.
Sedangkan prinsip-prinsip moral yang bersifat relativistik-kontekstual
sifatnya
“tergantung”, “sesuai dengan konteks”, misalnya tergantung pada
konteks
kebudayaan atau kultur, sehingga bersifat kultural. Demikian
seterusnya, sifat
relativistik-kontekstual itu pengertiannya bisa berarti nasional,
komunal, tradisional,
situasional, kondisional, atau bahkan individual. Sebagai contoh
adalah sikap
kebangsaan, adab “ketimuran”, etika atau sopan santun orang Jawa
atau
Minangkabau, serta berbagai etika terapan.
Sebagaimana dikenal dalam kajian tentang macam-macam
norma, dikenal
adanya empat macam norma, yaitu norma keagamaan, norma kesusilaan,
norma
kesopanan, dan norma hukum. Norma kesusilaan itu lebih bersumber
pada prinsip-prinsip
etis dan moral yang bersifat
Objektivistik-universal. Sedangkan norma kesopanan itu bersumber pada
prinsip-prinsip etis dan moral yang bersifat relativistik-kontekstual.
Sejalan dengan hal ini,
Widjaja (1985: 154) mengemukakan bahwa persoalan moral dihubungkan dengan
etik membicarakan tentang tata susila dan tata sopan santun. Tata susila
mendorong untuk berbuat baik, karena hati kecilnya mengatakan baik, yang
dalam hal ini bersumber dari hati nuraninya, lepas dari hubungan dan
pengaruh orang lain. Tata sopan santun mendorong untuk berbuat baik,
terutama bersifat lahiriah, tidak bersumber dari hati nurani, untuk
sekedar menghargai orang lain dalam pergaulan. Dengan demikian tata sopan
santun lebih terkait dengan konteks lingkungan sosial, budaya, adat
istiadat dan sebagainya
Bab III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Masa remaja adalah masa yang sangat rawan dimana
mereka belajar mencari jati diri yang sebenarya. Di masa ini mereka memiliki
rasa ini tahu yang tinggi bahkan menyelidki atau mencoba hal-hal yang negative.
Dalam hal ini pendidikan moral sangat penting sebagai pembentuk pribadi yang
berakhlak mulia dalam menghadapi berbagai dimensi kehidupan.
Sekarang kita harus menyadari bahwa
pendidikan moral sangatlah penting, tidak hanya untuk anak remaja saja namun
berlaku untuk semua usia. Mengingat banyaknya pengaruh budaya asing yang masuk
di Negara kita ini, maka dari itu perlunya kerja keras untuk menghadai masalah
yang sampai saat ini juga masih perlu penanganan khusus.
Apalagi di era globalisasi perkembangan iptek banyak membawa
dampak negative bagi remaja. Terutama krisis moral seperti pergaulan bebas atau
seks bebas. Dalam hal ini ada beberapa faktor yang mempengaruhi yaitu: kurang
pendidikan moral yang mereka dapatkan dan Perkembangan sosial pada masa
remaja lebih melibatkan kelompok teman sebaya dibanding orang tua (Conger,
1991; Papalia & Olds, 2001). Dibanding pada masa kanak-kanak, remaja lebih
banyak melakukan kegiatan di luar rumah seperti kegiatan sekolah, ekstra
kurikuler dan bermain dengan teman (Conger, 1991; Papalia & Olds, 2001).
Dengan demikian, pada masa remaja peran kelompok teman sebaya adalah besar.
Pada diri remaja, pengaruh lingkungan dalam menentukan perilaku
diakui cukup kuat. Walaupun remaja telah mencapai tahap perkembangan kognitif
yang memadai untuk menentukan tindakannya sendiri, namun penentuan diri remaja
dalam berperilaku banyak dipengaruhi oleh tekanan dari kelompok teman sebaya
(Conger, 1991).
Kelompok teman sebaya diakui dapat mempengaruhi pertimbangan dan
keputusan seorang remaja tentang perilakunya (Beyth-Marom, et al., 1993;
Conger, 1991; Deaux, et al, 1993; Papalia & Olds, 2001). Conger (1991) dan
Papalia & Olds (2001) mengemukakan bahwa kelompok teman sebaya merupakan
sumber referensi utama bagi remaja dalam hal persepsi dan sikap yang berkaitan
dengan gaya hidup. Bagi remaja, teman-teman menjadi sumber informasi misalnya
mengenai bagaimana cara berpakaian yang menarik, musik atau film apa yang
bagus, dan sebagainya (Conger, 1991).
Untuk itu perlu adanya pengawasan bagi
mereka. Dan selain itu faktor keimanan dan niat untuk benar-benar menjauhi
sikap buruk, peran warga dan media masa sangat berpengaruh terhadap
perkembangan moral remaja. Dimulai dari keluarga, sekolah, dan masyarakat
agar mereka tidak terjerumus dalam hal yang negative.
Pada remaja saat ini terjadi perubahan dalam
konsep-konsep moral ini. Pada saat ini anak remaja tidak mau lagi menerima
konsep-konsep dari hal-hal yang benar dan yang tidak benar, yang telah
ditetapkan oleh orang tuanya atau teman sebayanya. Bahkan mereka banyak yang
membangkang terhadap orang yang lebih tua, terhadap orang yang menasehati kita.
Bagi remaja di era globalisasi untuk membentengi
diri perlu sikap yang tegas yaitu bijaksana artinya membuka diri terhadap
perkembangan globalisasi, waspada, selektif artinya mampu memilih yang terbaik
serta mempertahankan nilai-nilai pergaulan sesuai kepribadian bangsa dan
menjalankan nilai-nilai agama.Maka dari itu perlu adanya kesadaran dari setiap
individu tersebut, dan untuk bisa membentengi diri mereka masing-masing dari
pengaruh negative dari era globalisasi pada saat ini yang merusak moral remaja
atau bangsa kita ini.
Menjadi remaja berarti
mengerti nilai-nilai, yang berarti tidak hanya memperoleh pengertian saja
tetapi juga dapat menjalankannya atau mengamalkannya. Faktor-faktor yang
mempengaruhi perkembangan moral yaitu hubungan
harmonis dalam keluarga,masyarakat, lingkungan
sosial, perkembangan nalar, dan peranan media massa dan perkembangan teknologi
modern.
Karakteristik perkembangan moral antara
lain: mulai mampu berfikir abstrak, mulai mampu
memecahkan masalah-masalah yang bersifat hipotetis, mulai tumbuh kesadaran akan
kewajiban mempertahankan kekuasaan dan pranata yang ada,keyakinan moral lebih
berpusat pada apa yang benar dan kurang pada apa yang salah, keadilan muncul
sebagai kekuatan moral yang dominan, penilaian moral menjadi kurang egosentris,
dan penilaian secara psikologis menjadi lebih mahal.
Kita pernah punya konsep strategi Repelita Orde
Baru –yang menurut saya yang bodoh– yang bagus, kita melihat hasilnya selama 25
tahun terakhir kemajuan terlihat nyata, namun sayang konsep yang bagus dikotori
oleh moral korupsi yang tinggi. Kini penguasa pencetus Repelita tersebut
hancur, namun sayang sejuta sayang konsep yang bagus tersebut tidak
ditindaklanjuti, seolah-olah yang bagus menjadi jelek hanya karena keluar dari
pikiran pemimpin atau penguasa yang telah dicap jelek.
Negeri ini diguncang dari dalam oleh
pemimpin-pemimpinnya, dirongrong oleh negeri tetangga karena dianggap tidak
becus memberdayakan wilayah potensial, tak lupa dipukul keras oleh alam akhir
tahun lalu.
Perbedaan individu dalam
perkembangan nilai, moral dan sikap,sesuai dengan umur, faktor kebudayaan, dan
tingkat pemahamannya. Indonesia banyak mengadopsi sistem pendidikan sekuler,
inilah yang membuat hancur pendidikkan di Indonesia terutama pendidikan akhlak
dan moral.
Indonesia harus
mengembangkan pola pendidikan Iran. Jika dikelola dan dikembangkan dengan
baik dan didukung oleh pemerintah, maka pola Iran ini sangat baik dalam
mendidik moral dan akhlak anak-anak ketika menimba ilmu.
Disiplin yang keras dan pengawasan anak-anak
selama 24 jam melatih moral dan akhlak untuk selalu disiplin dan terbiasa
mematuhi aturan yang ada.
3.2 Saran
Bagi para remaja, pandai-pandailah membawa diri
berfikir positif dan jauhkan diri dari hal negatif yang menjerumuskan dan
dapat merusak segala cita-cita dan impian.
Bagi keluarga atau
orang tua dampingilah putra-putri Anda pada saat mereka mulai beranjak
dewasa atau remaja, terutama tanamkan pendidikan moral dan nilai-nilai agama
yang kuat bagi mereka.
Bagi sekolah
pengajaran moral dan budi pekerti sangat dibutuhkan bagi remaja. Pendampingan,
ketelatenan dibutuhkan remaja pada saat ini.
Jadi sekarang perlu
adanya bahkan harus ada pengawasan dari dalam atau internal control.
Mari kita ambil
nilai-nilai positif dari perkembangan zaman dan tinggalkan dampak atau
nilai-nilai negatifnya.
Perbanyaklah
pengetahuan Anda tentang pengaruh atau dampak globalisasi. Agar Anda tidak
salah mengambil manfaat dari globalisasi.
Pendidikan merupakan
hak yang penting bagi masyarakat. Dengan pendidikan , seseorang dapat membuka
pikiran dan wawasan yang akan membantunya melakukan perubahan sosial ke arah
lebih baik.
Kita harus siap
menerima pengalaman baru dan keterbukaan terhadap inovasi serta perubahan.
Kita harus siap
membentuk atau mempertahankan pendapat mengenai berbagai masalah yang
menyangkut kepentingan umum, mencari bukti mengenai sebuah pendapat, mengakui
pendapat tersebut, dan menilai pendapat tersebut sebagai suatu yang
positif.
DAFTAR RUJUKAN
Detik-Detik Sosiologi. 2012. PT. Intan Pariwara.
Drs. Sutomo, M.Pd. MGMP Sosiologi. 2012. Kabupaten Blitar.
Koswara, E. 1991. Teori-Teori Kepribadian. Bandug : PT. Eresco.
M.A, Soeslowaindradini. Psikologi Perkembangan (Masa Remaja).
Surabaya : Usaha Nasional.
Soekanto, Soejono. 1990. Sosiologi Suatu Pengantar. Jakarta : PT.
Raja Grafindo Persada.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar